Temenku: “Kiki arep meng Indramayu, melu ble? Baka melu koe motore ente ditaro neng umae qita be”. (Besok mau ke Indramayu, ikut gak? Kalo ikut nanti motor kamu ditaruh di rumah saya aja). Setelah
4 jam berlalu, gara-gara lupa kebiasaan kalau orang di sms itu harus
ngbales smsnya. Eh, ini malah cuma bales lewat batin aja.
Aku: “Ning Indramayu pan ngapa? Jam pira”. (Di Indramayu mau apa? Jam berapa?).
Temenku: “Ngirim iwak, jam 8″. (Ngirim ikan, jam 8).
Percakapan via pesan singkat tersebut adalah percakapan antara aku dan Sniper dari
Cirebon Barat, kecamatan Palimanan. Sahabat yang biasa aku kerjain
kalau masalah jalan sana jalan sini. Tekor sana tekor sini. Dia
memiliki usaha pembenihan ikan lele, ikan guramih dan patin. Secara
khusus dia juga memiliki satu petak kolam yang biasa dia urus di
sela-sela kesibukan perkuliahan sebagai mahasiswa Pendidikan IPA
Biologi. (Rada nyambung ama jurusannya juga ni anak punya hobi).
Keesokan harinya setelah aku dibangunkan pukul 07.00 WIB, mandiin sana mandiin sini pun sukses kulakukan dengan cepat, mandi ala bujang jomblo. Sekalian mengantar adik ponakanku sekolah dengan motor bututku yang khas suaranya “treet treet treet” memecah ketenangan warga sekitar, kalo lagi apes bisa kena timpuk tetangga sebelah aku pun langsung cauw dari Daerah pusat Pemkab Cirebon, kecamatan Sumber menuju Palimanan dengan kecepatan orang ngantuk. Dan seperti biasanya, tak jarang si Biru mengumbar aura bali ke pengguna jalan lainnya. Wuussssh, druuuuuut dari arah belakang motor berwarna orange nyalip nantang balap. Waah, mangsa empuk ni bisa dikibulin dengan mudah. Kebetulan di arah depanku ada motor dari genre street fighter keluaran si Garpu Tala dapat dengan mudah ku buntuti dengan gaya si pengekor setia. Treet treet treeeeeeeet, motor orange itu pun harus gigit jari kalo aku bisa dengan mudah mengekor ke motor gede. Selamat, anda harus mengekor motorku dan nikmatilah asap yang mengepul dari knalpotku.
Keesokan harinya setelah aku dibangunkan pukul 07.00 WIB, mandiin sana mandiin sini pun sukses kulakukan dengan cepat, mandi ala bujang jomblo. Sekalian mengantar adik ponakanku sekolah dengan motor bututku yang khas suaranya “treet treet treet” memecah ketenangan warga sekitar, kalo lagi apes bisa kena timpuk tetangga sebelah aku pun langsung cauw dari Daerah pusat Pemkab Cirebon, kecamatan Sumber menuju Palimanan dengan kecepatan orang ngantuk. Dan seperti biasanya, tak jarang si Biru mengumbar aura bali ke pengguna jalan lainnya. Wuussssh, druuuuuut dari arah belakang motor berwarna orange nyalip nantang balap. Waah, mangsa empuk ni bisa dikibulin dengan mudah. Kebetulan di arah depanku ada motor dari genre street fighter keluaran si Garpu Tala dapat dengan mudah ku buntuti dengan gaya si pengekor setia. Treet treet treeeeeeeet, motor orange itu pun harus gigit jari kalo aku bisa dengan mudah mengekor ke motor gede. Selamat, anda harus mengekor motorku dan nikmatilah asap yang mengepul dari knalpotku.
Setengah jam berlalu aku memarkirkan motor di depan rumah Sniper. Kemudian ku baca sms dari dia, “langsung ning kebon bae” (Langsung ke kebuna aja). Waduwh, ta kirain udah siap ni anak. Udah ganteng ganteng kayak gini masa suruh ke kebun.
Ku
melangkah dengan gontai menuju kebun yang dia maksud. Kususuri jalan
setapak di tepian saluran drainase yang airnya, woow super kotor. Tapi,
tak apalah demi memenuhi keinginanku untuk jalan-jalan ke Indramayu.
Kabupaten yang belum kusentuh sama sekali selama dua tahun aku tinggal
di Cirebon.
Sesampainya di area kebun, wuiih,,,, lagi ngapain tuh orang pada jongkok-jongkok di depan baskom gede dengan dua orang, Bapak dan teman yang membantunya.
Setelah
ku tanya, ternyata mereka sedang menghitung bibit ikan guramih satu per
satu. Ukuran ikan bibit ini berumur sekitar satu bulan. Ukurannya
sebesar lidi dan panjangnya sekitar 1,4 cm. Cara penghitungannya pun
cukup unik, karena menuntut kecermatan dan kecepatan hitung yang tepat.
Mereka menghitungnya menggunakan sendok berukuran besar. Satu kali
mengambil kadang-kadang 5 ekor, 4 ekor, 3 ekor. Itu artinya harus
dijumlahkan secara cepat agar mendapat jumlah hitungan yang tepat. 4 + 5
+ 6 +3 +2 + 1 =………………. ? hitung sendiri. Begitu mencapai 100 ekor
dengan penanda sederhana dari daun pisang yang disobek.
Benih
ikan guramih ini akan di kirim ke Indramayu atas pesanan salah satu
petani ikan di sana. Dari hasil penghitungan didapatkan benih ikan
sekitar 5780 ekor. Setiap ekor dihargai sekitar Rp. 130,- dengan besar
ikan yang merata.
“Hallo Mang, kien iwake wis diitung ana 5780 iwak” ……………….???……………. “Oh, ya wis bli papa”.
Jreeeng,,
Mamang yang di Indramayu gak mau nrima kalau jumlahnya hanya 5780 ekor.
Dia meminta 10.000 ekor bibit guramih. Hahaha, kasian ini bapak dan
anak, ternyata pesanan gagal dikirim. Akhirnya, ikan pun dikembalikan ke
kolam tempat pembibitan lagi.
“Hallo, pak ana stok iwak gurami bli, spira bae lah”. ……………. “Oh, ya wis ta tunggu nyampe ba’da dzuhur ya?”.
Alhamdulillah, hilang satu yang satu pun datang, ada pesanan lain. Bahkan si pemesan dari daerah dekat Palimanan. Selalu ada hikmah di balik kegagalan.
Perjuangan
belum berakhir, ternyata masih ada bibit lain yang harus dipanen. Bibit
ikan lele dumbo yang jumlahnya tak kalah banyak. Umur ikan lele
tersebut juga sama, sekitar satu bulan lebih dengan ukuran yang hampir
sama dengan bibit ikan gurami tadi. Namun, bibit ikan lele hanya
dihargai sekitar Rp. 12,-. Tapi, tak menjadi soal. Karena jumlah bibit
ikan lele jauuuuh lebih banyak dari ikan gurami.
Sniper,
Bapaknya dan temannya mulai membuka penutup kolam di sisi utara kolam
pertama. Dengan jaring berbentuk persegi panjang, mereka mulai menjaring
bibit ikan lele di kolam lainnya.
Cara
menjaring ikan-ikan tersebut dilakukan dengan hati-hati agar tidak
terlalu banyak ikan yang lolos. Terlebih dahulu, bagian pertama
dipukul-pukul agar ikan berpindah ke bagian tengah kolam. Selanjutnya,
kedua sisi kanan dan kiri jaring dirapatkan ke bagian pembatas samping,
sedangkan yang di tengah merapat ke bagian dasar kolam. Dengan begitu
tidak banyak ikan yang bisa lolos. Jaring terus diarahkan ke sisi lain.
Sampai di tepi, secara bersamaan sisi-sisi jaring di angkat ke permukaan
agar ikan dapat diambil dengan mudah.
Horeeeee,,,,, hampir semua ikan dapat terjaring.
Woow,
ikannya banyak sekali seperti kecebong. Setelah itu, kumpulan ikan
tersebut dibersihkan dari seresah daun yang berjatuhan serta
kotoran-kotoran lainnya. Kemudian, ikan-ikan tersebut diseleksi
berdasarkan besarnya ikan. Cara menyeleksinya pun cukup mudah karena
menggunakan alat baskom yang
dilubangi di banyak bagiannya. Tujuan penyeleksian ini adalah untuk
memisahkan ikan yang memiliki pertumbuhan berat badan yang lebih pesat,
istilahnya ikan bongsor. Karena ditakutkan, nantinya ikan bongsor tersebut
akan memakan ikan-ikan lainnya. Ikan lele termasuk ikan kanibal yang
dapat memakan sesamanya. Istilahnya jeruk makan jeruk.
Proses selanjutnya adalah menghitung ikan. Wadauwh, bakal lama lagi nih aku harus menunggunya.
Tapi ternyata proses penghitungan untuk benih ikan lele tak seperti pada ikan gurami yang harus dihitung njlimet satu per satu. Melainkan dilakukan dengan metode sampling dengan menggunakan sampel representatif yaitu sampel yang dapat menggambarkan keseluruhan jumlah populasi. Ini dia metode sampling sederhana yang dilakukan. Terlebih dahulu diambil sampel ikan yang berukuran sama besar.
Terlebih
dahulu diambil satu gelas ukur ikan, kemudian ikan-ikan tersebut
dihitung jumlah keseluruhannya. Ternyata didapatkan sekitar 1000 ekor
ikan setiap satu gelas ukur yang di peres.
lagi ngitung cebong ya mas?
Setelah
itu plastik wadah ikan disiapkan yang terlebih dahulu dan diisi dengan
komposisi air yang berbeda. Satu bagian air dari kolam asal pembenihan
dan satu bagian lagi dari air bersih yang dialirkan dari pompa air.
Komposisi air tersebut bertujuan agar ikan tidak stress dengan kondisi
air yang mendadak berubah atau beradaptasi. Air tersebut juga diberi
sedikit kapsul obat super tetra untuk menjaga daya tahan tubuh selama di perjalanan nanti.
Wadah
yang sudah disiapkan itu diisi dengan ikan beberapa takaran yang merata
sesuai dengan pesanan. Rata-rata sebanyak 25 takaran sehingga berjumlah
25.000. Satu petak kolam didapatkan jumlah estimasi sebanyak 85.000
ekor ikan. Wow wow wow, bayangkan jika anda harus menghitung semua ikan
tersebut satu per satu saya jamin, anda membutuhkan rokok dan kopi di
samping anda selama proses penghitungan. Ngudud dulu ngudu dulu..... Pesanan yang akan kami bawa berjumlah 65.000 ekor yang dibagi menjadi 3 wadah secara merata.
Proses
selanjutnya yaitu mengisi wadah dengan Oksigen murni yang dibeli dari
pedagang oksigen. Wuiih, kereen oksigen aja bisa diperjual belikan.
Oksigen murni diberikan untuk memenuhi kebutuhan respirasi ikan selama
perjalanan tanpa harus khawatir ikan-ikan tersebut mati kehabisan
oksigen. Idealnya dengan jumlah sekitar 21.000 ekor dan dengan ukuran
wadah tersebut, ikan dapat bertahan selama maksimal 3 jam. Melebihi itu,
ikan akan sakau karena kehabisan oksigen.
Hahaha, bibirmu itu loh mas….
Siap
berangkat?? Siap!! Akhirnya, setelah dua jam menunggu proses panen
benih ikan lele ini kami dapat bersiap-siap untuk mengantarkan ikan ke
Indramayu. Kami berboncengan menggunakan motor. Sedangkan ikan
diletakkan di kedua sisi bodi motor dengan dimasukkan ke dalam karung
dan yang satunya lagi di bagian depan pengemudi. Awalnya aku bingung,
bagaimana aku bisa mbonceng kalau
di kedua sisi motor nemplok karung gede? Eh, ternyata masih
dapat dengan mudah aku duduk di atas jok belakang. Let’s go, Indramayu.
Aku segera dapat menapakkan kak di tanahmu.
Seperti biasa, kami mengunakan jaket, helm, sepatu dan perlengkapan berkendara dengan aman andalan masing-masing. Aku dengan jaket hitam dan celana coklat yang tebal, sedangkan sahabatku ini. Waaah, seperti biasa malahan lebih gawat dari biasanya karena hanya menggunakan celanatraining dan sandal jepit. Ckckckck, dasar pengendara motor yang payah. Aku aja yang mbonceng, pakai pakaian super tertutup dan tebal, ini malah pakai pakaian super tipis. Jangan ditiru, dia memang pengendara motor yang payah.
Seperti biasa, kami mengunakan jaket, helm, sepatu dan perlengkapan berkendara dengan aman andalan masing-masing. Aku dengan jaket hitam dan celana coklat yang tebal, sedangkan sahabatku ini. Waaah, seperti biasa malahan lebih gawat dari biasanya karena hanya menggunakan celanatraining dan sandal jepit. Ckckckck, dasar pengendara motor yang payah. Aku aja yang mbonceng, pakai pakaian super tertutup dan tebal, ini malah pakai pakaian super tipis. Jangan ditiru, dia memang pengendara motor yang payah.
Gruung, gruuung, gruuuuung…………. Khas motor butu si Sniper.
Dengan kecepatan penuh dan tarikan kayak lemper yang baru dimasak.
Motor yang payah dan orangnya yang payah. Ternyata motor yang kami
tumpangi menderita slip kopling yang kronis. Hihihihihi, mau narik
giamana maang kalau penghubung utama tenaga mesin dan roda aja slip
akut. Eith, tunggu dulu slip kopling tak berarti tak dapat berlari.
Ternyata dan ternyata, motor si dia balap juga. Bisa nyalip mobil-mobil
gede khas jalanan Pantura. Wush wush wush, angin kencang menerpa motor
kami. 10 menit pertama perjalanan, laaap!!! kami sudah disuguhi buntut
truk bermuatan. Whahaha, pengemudi cengangas cengenges menikmati sang
boncenger yang hampir mati bukan tabrakan, tapi mati jantungan.
Beginilah nasib jadi pembonceng, walaupun biasanya naik motornya lebih
gila dari sahabatku tapi kalau suruh bonceng sama aja deg-degannya.
Palimanan
ke Indramayu berjarak sekitar 50 km. Kami melalui rute Arjawinangun
> Gegesik > Jagapura dengan medan yang siap mengguncang isi perut.
Hadeeh, ini jalan apa laut, bergelombang tak menentu seperti pengemudi
motor ini. Sebentar-sebentar aku kira mau nyrempet pengguna jalan
lainnya, tapi ternyataa gak jadi. Selama
di perjalanan aku melihat banyak sekali hal baru yang pertama kalinya
dalam hidupku. Salah satunya adalah warung sate biawak. Waduuh, biawak
kok disate?
Setelah
satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Bunderan Mangga. Bunderan
yang di bagian tengahnya terdapat tugu berbentuk mangga sebagai ciri
khas kota Indramayu. Hasil bumi yang paling terkenal adalah Mangga,
jenis mangga khas Indramayu sendiri disebut Mangga Cengkir oleh
masyarakat setempat.
Maklum gan, potonya sambil jalan.
Dari
Bunderan Mangga kami mengambil arah kiri dari arah Cirebon. Setelah 10
menit perjalanan akhirnya kami sampai juga di desa Dukuh Krupuk. Desa
tersebut memang tak salah jika dinamai DukuhKrupuk karena memang
di desa ini lah terdapat sentra krupuk terbesar di Indonesia, bahkan
kata sahabatku terbesar se Asia. Wooow, terbesar ya. Kalau ingat krupuk,
pasti ingat terbang melayang ke angkasa.
“Assalamu’alaikum,,,, Mang Kaji kita nganter pesenan iwak’e ki”.
Proses
penyalinan wadah ikan dilakukan dengan hati-hati. Campuran air tidak
dapat semena-mena dengan air biasa. Air yang sebelumnya dipakai harus
ikut dicampurkan. Sebaiknya, ikan tidak boleh terlalu lama di dalam
wadah baskom atau
ember. Hal ini untuk menghindari kekurangan oksigen karena ikan saling
berdesak-desakan satu sama lainnya. Selain itu, air juga kembali
ditambahkan obat, namun kali ini Mang Kaji menambahkan tetra cloor yaitu salah satu obat yang biasa diberikan ke ayam.
Akhirnya, proses penyalinan pun selesai. Dan si Sniper dapat menerima bayaran ikan yang dikirimkan olehnya.
“Pan mendi maning kih, mumpung ning Indramayu?”… “Umaeh batur-batur be tah?”
“Langsung balik be lah, maderan kita wis weruh Indramayu inih”,
“Ya wis, beneran ki langsung balik”.
“Oh ya, dolan umaeh Santi be yuk? Umaeh ning Glayem kan” (Tawa mencurigakan).
Dengan segera kuambil handphoneku dan mengetik pesan.
“Santi,,, lagi dimana? Aku lagi di Indramayu nih. Boleh Main ya ke rumah santi?. (Dengan harapan ada di rumah).
Tapi
ternyata, Santi sedang ada rapat University Day di almamaternya yaitu
di SMA dimana dulu ia belajar, dan pulangnya nyampai sore. Waaah, gagal
deh.
“Ya udah gak apa-apa, aku tunggu sampai sore di rumah kamu aja ya?” (Waah, keren emang kuat tah nunggu si doi selama 4 jam?).
Akhirnya, aku harus menipu Santi. Padahal aku langsung pulang tanpa mengirim pesan pembatalan. Terlalau
Selepas
dari Dukuh Krupuk, kami langsung menuju arah Cirebon. Beberapa
kilometer, kami mampir ke warung makan yang menyediakan sop iga. Asyik
nih, dapat makanan gratisan. Pasalnya pasti aku digratis oleh si Sniper
yang baru saja mendapat bayaran ikan lele. Kami
berdua menikmati sop iga tersebut dengan antusias. Apalagi rasa
kaldunya yang terasa sangat menggugah selera makan ditambah selama
perjalanan rasa lapar menggerogoti perut kami. Sop iga yang nikmat.
Mangga dilanjutkan, saya sudah cukup kenyang. Hahaha…
Dengan
rasa lapar yang telah hilang, kami melanjutkan perjalanan pulang.
Alhasil, perut kenyang yang kami derita tambah menderita ketika si
Sniper mengendarai motor dengan ugal-ugalan. Rasain looh, perut kenyang
dibawa ngebut. Ya kayak gini jadinya, perut mules.
Wassalam………………….
Comments
Post a Comment